Langsung ke konten utama

BAB IV Pencatatan Persediaan Barang Dagangan

A. Pengertian Persediaan
Persediaan adalah barang yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual kembali atau diproses kembali. Persediaan merupakan aset dan merupakan unsur aktiva lancar dalam neraca. 
Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia, menyebutkan bahwa istilah persediaan digunakan untuk menyatakan :  Barang yang tersedia untuk dijual (barang dagang/barang jadi)
Barang yang masih dalam proses produksi untuk diselesaikan, kemudian dijual (barang dalam proses/pengolahan).  Barang yang akan digunakan untuk produksi barangbarang jadi yang akan dijual (bahan baku dan bahan pembantu) dalam kegiatan normal perusahaan.
Dalam perusahaan dagang, hanya ada satu klasifikasi persediaan, yaitu persediaan barang dagangan. Barang dagangan ini diperoleh dari pemasok dan dijual kembali kepada konsumen tanpa mengubah bentuknya. Dari hal ini maka persediaan memiliki dua karakteristik yang penting, yaitu :
1.     Persediaan itu merupakan milik perusahaan
2.     Persediaan tersebut siap untuk dijual kepada para konsumen.
Dalam perusahaan manufaktur ( pengolahan atau pabrik ) terdapat tiga klasifikasi
sediaan yaitu ;
1.     Bahan Baku dan bahan pembantu, yaitu bahan yang dibeli dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut menjadi bahan jadi.
2.     Barang dalam proses, yaitu bahan yang sudah dimasukkan dalam suatu proses produksi, tetapi belum selesai diolah.
3.     Barang jadi, adalah produk selesai yang dihasilkan dari suatu proses produksi dan siap untuk dijual.
Persediaan barang, baik dalam perusahaan dagang maupun perusahaan manufaktur merupakan unsur/komponen yang akan mempengaruhi neraca maupun Laporan Laba Rugi. Oleh karena itu persediaan yang dimiliki perusahaan dalam satu periode harus dapat dipisahkan mana yang sudah dibebankan sebagai biaya ( harga pokok penjualan ) yang akan dilaporkan dalam laba rugi, maupun yang belum terjual yang akan dilaporkan dalam Neraca.

PROSEDUR DAN METODE PENCATATAN
Untuk menentukan nilai persediaan barang pada akhir periode, yang harus dilaporkan dalam neraca, atau menentukan besarnya harga pokok persediaan barang yang telah dijula, atau telah digunakan, yang akan dilaporkan dalam Laporan rugi laba, maka perlu diadakan perhitungan. Untuk menghitung nilai tersebut sebenarnya tidak sulit, apabila harga pokok barang selama periode akuntansi tidak mengalami perubahan. Namun kenyataan bahwa harga pokok barang selalu mengalami perubahan, sehingga muncul pertanyaan, seberapa besar nilai persediaan akhir atau harga pokok barang yang dijual/digunakan yang harus dilaporkan pada akhir periode.
Ada beberapa sistem untuk mencatat harga pokok persediaan akhir suatu barang.
Sistem yang digunakan dalam hubungannya pencatatan persediaan ada dua yaitu:
1)     Sistem Fisik ( system Periodik )
2)     Sistem buku ( system perpetual/permanent )


1. Sistem Fisik ( physical/periodical system )
Pada system ini, Harga Pokok Penjualan (cost of goods sold ) baru dihitung dan dicatat pada akhir periode akuntansi. Cara yang dilakukan adalah dengan menghitung kuantitas barang yang ada di gudang di setiap akhir periode, kemudian mengalikanya dengan harga pokok per unitnya. Dengan cara ini maka jumlahnya, baik pisik maupun harga pokoknya, tidak dapat diketahui setiap saat. Konsekuensinya, jumlah barang yang hilang tidak dapat dideteksi oleh system ini.
Pada sistem ini nilai persediaan barang harus dihitung berdasarkan persediaan pisik yang ada di gudang atau stock opname. Hasil perhitungan pisik pada akhir periode dibuat jurnal sebagai berikut :
Akun yang digunakan dalam system pisik ini adalah :
1. Persediaan barang dagangan atau sediaan.
2. Pembelian barang dagangan atau Pembelian
3. Biaya Angkut Pembelian
4. Potongan Pembelian
5. Retur Pembelian
6. Penjualan
7. Potongan Penjualan
8. Retur Penjulan
9. Harga Pokok Penjualan
Dalam sistem ini mutasi persediaan barang tidak dapat diketahui dalam bukubuku, karena setiap pembelian barang dicatat dalam rekening pembelian. Karena tidak ada catatan mutasi persedian maka harga pokok penjualan juga tidak dapat diketahui sewaktuwaktu.


Harga Pokok Penjualan baru dapat dihitung apabila persediaan akhir sudah dihitung.
Perhitungan Harga Pokok Penjualan dilakukan sebagai berikut ;


Persediaan Barang ( awal )                  Rp……………….
Pembelian ( netto )                                Rp ………………
                                                                 -----------------------+
Barang tersedia untuk dijual                Rp ……………..
Persedian barang ( akhir )                    Rp……………….
                                                                 ----------------------(-)
Harga Pokok Penjualan                         Rp ……………….


Ada masalah yang timbul apabila digunakan sistem pisik, yaitu jika diinginkan menyusun laporan keuangan jangka pendek ( interim ) misalnya laporan bulanan, harus mengadakan perhitungan pisik terhadap persediaan yang ada.

Bila jumlah dan jenis barang dimiliki cukup banyak maka akan kegiatan ini akan memakan waktu yang cukup lama, sehingga laporan keuangan juga akan menjadi terlambat.

2. System Buku ( perpetual system )
Dalam system perpetual, perubahan jumlah persediaan (fisik maupun rupiah) dimonitor setiap saat. Caranya dengan menyediakan kartu persediaan untuk setiap jenis persediaan. Kartu ini berfungsi sebagai buku pembantu persediaan barang dan digunakan untuk mencatat mutasi persediaan setiap hari. Setiap terjadi mutasi persediaan barang selalu dicatat dalam akun persediaan sehingga jumlah persediaan sewaktuwaktu dapat diketahui dengan melihat kolom saldo akun persediaan.

Rekening yang dipergunakan dalam system ini adalah :
a) Persediaan Barang dagangan atau sediaan
b) Penjualan
c) Potongan penjualan
d) Retur Penjualan
e) Harga Pokok Penjualan.

Secara teori pada akhir periode tidak perlu dibuat penyesuaian karena harga penyesuaian persediaan sudah tercermin dalam akun persediaan. Akan tetapi dalam kenyataannya nilai persediaan yang sebenarnya tidak selalu sama dengan saldo akun. Jika hal ini terjadi perlu diadakan penyelidikan sebabsebabnya. Selisih yang terjadi dipindahkan dari akun persediaan ke akun selisih persediaan.


PENILAIAN PERSEDIAAN DENGAN SISTEM FISIK
Untuk menentukan nilai persediaan barang pada akhir periode menurut system pisik adalah sebagai berikut :
1. Metode Tanda Pengenal Khusus
2. Metode RataRata
3. Metode MPKP ( FIFO )
4. Metode MTKP ( LIFO )
5. Metode Persediaan Dasar.

1. Metode Tanda Pengenal Khusus
Dalam metode tanda pengenal khusus ( specific identification ) setiap barang yang dibeli atau yang masuk diberi kode / tanda pengenal yang menunjukkan harga per satuan sesuai faktur yang diterima. Pada metode ini sudah jelas harga per satuannya Dengan demikian untuk mengetahui jumlah atau nilai persediaan pada akhir periode tinggal mengalikan jumlah barang yang masih ada dengan harga yang tercantum dalam etikaet barang tersebut.

2. Metode RataRata
a. Metode RataRata Sederhana
Dalam metode ini harga barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga beli per satuan setiap transaksi pembelian dan persediaan awal dengan frekwensi pembelian dan persediaan awal periode.

b. Metode RataRata Tertimbang
Dalam metode ini harga barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual yakni jumlah persediaan awal ditambah jumlah pembelian dengan kuantitas barang tersebut.

3. Metode MPKP (FIFO)
Dalam metode ini, barang yang lebih dulu masuk diaggap lebih dulu keluar atau dijual sehingga nilai persediaan akhir terdiri atas persediaan barang yang dibeli atau yang masuk belakangan. Jadi harga pokok barang yang keluar (dijual) dihitung berdasarkan harga barang yang dibeli lebih dahulu, sesuai dengan jumlah pembeliannya. Atau dengan kata lain nilai persediaan akhir barang didasarkan pada harga barang yang dibeli terakhir, sesuai dengan jumlah unitnya.

4. Metode MPKP ( LIFO )
Dalam metode ini, barang yang terakhir masuk diaggap lebih dulu keluar atau dijual sehingga nilai persediaan akhir terdiri atas persediaan barang yang dibeli atau yang masuk lebih awal. Sehingga harga pokok barang yang terjual dihitung berdasarkan pada harga barang yang dibeli terakhir sesuai dengan jumlah unitnya, atau nilai persediaan barnag didasarkan pada harga barang yang dibeli pada awal, sesuai dengan jumlah unitnya.

5. Metode Persediaan Dasar ( Basic Stock )
Disebut juga sebagai persediaan besi, yakni persediaan minimum yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga likuiditas perusahaannya. Dalam metode
ini keterlambatan masuknya barang yang disebabkan adanya kemacetan atau sebabsebab lain tidak mengganggu persediaan sehingga perusahaan masih dapat melayani pelanggan atau pembeli.

Dalam metode ini persediaan akhir dihitung berdasarkan harga pokok yang ditetapkan. Adapun selisih antara persediaan barang yang ada dengan persediaan dasar dinilai dengan harga menurut metode yang dikehendaki (Metode ratarata,
MPKP, MTKP, harga pasar dll )..
B
3. Masalah Kepemilikan Barang Dagangan
Barang-barang yang pada tanggal neraca masih dalam perjalanan menimbulkan masalah apakah masih menjadi milik penjual atau sudah berpindah haknya pada pembeli. Untuk mengetahuinya harus diketahui syarat pengiriman, ada dua syarat yaitu :
a.    FOB (free on board) shipping point
       Kepemilikan barang menjadi milik pembeli pada saat diserahkan penjual kepada penyelenggara               transportasi atau pihak perusahaan pengirim barang yang independen.
b.   FOB (free on board) destination point
            Hak atas barang baru berpindah pada pembeli jika barang-barang yang dikirim sudah diterima oleh          pembeli.

B.  Persediaan Barang Dagangan Sistem Fisik

Metode pencatatan persediaan secara fisik biasa disebut juga dengan sistem periodi (periodic inventory system), karena untuk menentukan nilai atau harga pokok persediaan barang dagangan di akhir periode akuntansi harus dilakukan penghitungan secara fisik (stock opname) di gudang tempat menyimpan barang yang bersangkutan untuk mengetahui besarnya persediaan barang dagangan pada akhir periode 

Untuk menentukan nilai persediaan barang pada akhir periode menurut system pisik adalah sebagai berikut :
          1. Metode MPKP ( FIFO )
          2. Metode MTKP ( LIFO )
          3. Metode Rata-Rata Sederhana
          4. Metode Rata-Rata Tertimbang
          5. Metode Identifikasi Khusus
          6. Metode Persediaan Dasar

#1. Metode First In First Out ( FIFO )
Metode ini sering disebut metode Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP). Dalam metode ini, harga barang yang lebih dulu masuk (dibeli) diaggap lebih dulu keluar atau dijual sehingga nilai persediaan akhir terdiri atas persediaan barang yang dibeli atau yang masuk belakangan. Jadi harga pokok barang yang keluar (dijual) dihitung berdasarkan harga barang yang dibeli lebih dahulu, sesuai dengan jumlah pembeliannya. Atau dengan kata lain nilai persediaan akhir barang didasarkan pada harga barang yang dibeli terakhir, sesuai dengan jumlah unitnya.

Contoh:
Berikut ini data persediaan barang dagangan  "DietHerbal" PT. HarapanMakmur

Barang yang tersedia dijual pada Maret 2020 adalah 1.600 botol = Rp. 202.500.000
Setelah dilakukan perhitungan fisik pada 31 Maret 2020, barang tersedia di gudang sebanyak 200 botol.
Jumlah 200 botol ini diasumsikan terdiri dari
100 botol dari pembelian 27 maret            = 100 x Rp 130.000 = Rp 13.000.000
100 botol dari pembelian 22 maret            = 100 x Rp 115.000 = Rp 11.500.000
                                                                                                    = Rp 24.500.000

#2. Metode Last In Firt Out ( LIFO )
Metode ini sering disebut metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP). Dalam metode ini, harga barang yang terakhir masuk diaggap lebih dulu keluar atau dijual sehingga nilai persediaan akhir terdiri atas persediaan barang yang dibeli atau yang masuk lebih awal. Sehingga harga pokok barang yang terjual dihitung berdasarkan pada harga barang yang dibeli terakhir sesuai dengan jumlah unitnya, atau nilai persediaan barnag didasarkan pada harga barang yang dibeli pada awal, sesuai dengan jumlah unitnya.

Contoh:
Berikut ini data persediaan barang dagangan  "DietHerbal" PT. HarapanMakmur

Barang yang tersedia dijual pada Maret 2020 adalah 1.600 botol = Rp. 202.500.000
Setelah dilakukan perhitungan fisik pada 31 Maret 2020, barang tersedia di gudang sebanyak 200 botol.
Jumlah 200 botol ini diasumsikan terdiri dari
100 botol dari persediaan awal maret        = 100 x Rp 100.000 = Rp 10.000.000
100 botol dari pembelian 5 maret              = 100 x Rp 120.000 = Rp 12.000.000
                                                                                                    = Rp 22.000.000

#3. Metode Rata-Rata Sederhana
Dalam metode ini harga barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga beli per satuan setiap transaksi pembelian  dan persediaan awal dengan frekwensi pembelian dan persediaan awal periode.

Contoh:
Berikut ini data persediaan barang dagangan  "DietHerbal" PT. HarapanMakmur

Barang yang tersedia dijual pada Maret 2020 adalah 1.600 botol = Rp. 202.500.000
Setelah dilakukan perhitungan fisik pada 31 Maret 2020, barang tersedia di gudang sebanyak 200 botol.
Jumlah 200 botol ini diasumsikan terdiri dari:
 = 200 x Rp 122.500 = Rp 24.500.000

#4. Metode Rata-Rata Tertimbang
Dalam metode ini harga barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual yakni jumlah persediaan awal ditambah jumlah pembelian dengan kuantitas barang tersebut.

Contoh:
Berikut ini data persediaan barang dagangan  "DietHerbal" PT. HarapanMakmur

Barang yang tersedia dijual pada Maret 2020 adalah 1.600 botol = Rp. 202.500.000
Setelah dilakukan perhitungan fisik pada 31 Maret 2020, barang tersedia di gudang sebanyak 200 botol.

Hraga Rata-rata Parfum = Rp 202.500.000  = Rp 126.563
                                                   1.600         

Nilai persediaan tanggal 30 Maret 2020 sebagai berikut:
= 200 x Rp 126.563        = Rp 25.312.500

#5. Metode Tanda Pengenal Khusus
Dalam metode tanda pengenal khusus (specific identification) setiap barang yang dibeli atau yang masuk diberi kode/tanda pengenal yang menunjukkan harga per satuan sesuai faktur yang diterima. Pada metode ini sudah jelas harga per satuannya Dengan demikian untuk mengetahui jumlah atau nilai persediaan pada akhir periode tinggal mengalikan jumlah barang yang masih ada dengan harga yang tercantum dalam etiket barang tersebut.
Contoh:
Berikut ini data persediaan barang dagangan  "DietHerbal" PT. HarapanMakmur

Barang yang tersedia dijual pada Maret 2020 adalah 1.600 botol = Rp. 202.500.000
Setelah dilakukan perhitungan fisik pada 31 Maret 2020, barang tersedia di gudang sebanyak 200 botol.

Setelah dicek secara fisik, sisa persediaan tersebut diidentifikasi berdasarkan tanda pengenal khususnya berasal dari kelompok.
- persediaan awal                               20
- pembelian tanggal 10 maret            :160
- pembelian dari tanggal 22 maret     :20
dari data diatas maka persediaan parfum pada 31 Maret 2020 adalah:
20   x Rp 100.000            = Rp   2.000.000
160 x Rp 110.000            = Rp 17.600.000
20   x Rp 115.000            = Rp   2.300.000
                                        =  Rp 21.900.000

#6. Metode Persediaan Dasar ( Basic Stock )
Disebut juga sebagai persediaan  besi, yakni persediaan minimum yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga likuiditas perusahaannya. 

C. PENCATATAN PERSEDIAAN DENGAN SISTEM PERPETUAL
Metode ini disebut perpetual atau terus-menerus (continue) karena aliran barang dagangan dapat diikuti secara terus- menerus setiap saat. Di dalam sistem ini, setiap saat dapat diketahui besarnya nilai atau harga pokok barang yang terjual serta jumlah persediaan barang dagangan di akhir periode akuntansi.
Metode pencatatan atas persediaan barang dagangan dilakukan secara berkelanjutan, menyangkut perubahan persediaan yang tercermin dalam rekening persediaan. Pembelian dan penjualan (pengeluaran) barang dicatat secara langsung di rekening persediaan pada saat terjadinya transaksi.

Contoh Soal atau Data Persediaan untuk Perhitungan Metode FIFO, LIFO dan Average
Untuk lebih jelasnya berikut ini ada contoh data penjualan dan pembelian persediaan selama tahun 2020 di PT. HarapanMakmur:














1. Perhitungan Persediaan dengan Metode FIFO




Akibat Pembelian pada tanggal 5 Februari maka menyebabkan perubahan persediaan sebagai berikut:
Persediaan awal    (1 Januari)            = 100 x Rp 100.000.000            =Rp 10.000.000
Pembelian  tgl 5 Pebuari                    = 400 x Rp 120.000.000            =Rp 48.000.000 +

Jumlah Persediaan                           = 500                                        = Rp 58.000.000
Penjualan 7 Maret                             = 100 x Rp 100.000.000            =Rp 10.000.000 -

Jumlah Persediaan                         = 400 x Rp 120.000.000            =Rp 48.000.000                               
dan seterusnya...

Harga pokok penjualan dapat dihitung sebagai berikut:

Laba Kotor Penjualan dapat dihitung sebagai berikut:





2. Perhitungan Persediaan dengan Metode LIFO



Akibat Pembelian pada tanggal 5 Februari maka menyebabkan perubahan persediaan sebagai berikut:
Persediaan awal    (1 Januari)            = 100 x Rp 100.000.000            =Rp 10.000.000
Pembelian  tgl 5 Pebuari                    = 400 x Rp 120.000.000            =Rp 48.000.000 +

Jumlah Persediaan                           = 500                                        = Rp 58.000.000
Penjualan 7 Maret                             = 100 x Rp 120.000.000            =Rp 12.000.000 -

Jumlah Persediaan                         = 100 x Rp 100.000.000            =Rp 10.000.000                                                                                        300 x Rp 120.000.000             =Rp 36.000.000
                                                          = 400                                           =Rp 46.000.000
dan seterusnya...

Harga pokok penjualan dapat dihitung sebagai berikut:

Laba Kotor Penjualan dapat dihitung sebagai berikut:


3. Perhitungan Persediaan dengan Metode Rata-Rata Bergerak

Akibat Pembelian pada tanggal 5 Februari maka menyebabkan perubahan persediaan sebagai berikut:
Persediaan awal    (1 Januari)            = 100 x Rp 100.000.000            =Rp 10.000.000
Pembelian  tgl 5 Pebuari                    = 400 x Rp 120.000.000            =Rp 48.000.000 +

Jumlah Persediaan                           = 500 x Rp 116.000                  = Rp 58.000.000

Angka Rp 116.000 diperoleh dari     = nilai persediaan / jumlah persediaan
                                                           = Rp 58.000.000/ 500                = Rp 116.000

Penjualan 7 Maret                             = 100 x Rp 116.000.000            =Rp 11.600.000 -

Jumlah Persediaan                         = 400 x Rp 116.000.000            =Rp 46.400.000                                                                                      
dan seterusnya...

Harga pokok penjualan dapat dihitung sebagai berikut:


Laba Kotor Penjualan dapat dihitung sebagai berikut:


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAB I PENJUALAN ANGSURAN

PENGERTIAN PENJUALAN ANGSURAN Penjualan angsuran adalah penjualan yang dilakukan dengan perjanjian dimana pembayarannya  dilaksanakan secara bertahap. Pada saat barang-barang diserahkan kepada pembeli, pejual menerima pembayaran pertama sebagian dari harga penjualan. Sisanya dibayar dalam beberapa kali angsuran. Untuk menghindari resiko karena pembeli tidak membayar dan supaya penjual tidak mengalami kerugian, maka biasanya saat membeli ada beberapa perjanjian, antara lain: 1.      Pada saat membeli disertai dengan meninggalkan jaminan ke penjual. 2.      Hak kepemilikan barang berpindah ke pembeli, kalau pembayarannya sudah lunas. Untuk mengurangi kemungkinan kerugian yang terjadi dalam pemilikan kembali, factor-faktor yang harus diperhatikan penjual : 1.      Besarnya pembayaran pertama (down payment). 2.      Jangka waktu pembayaran.                      ...

Jenis Karakter dan Sumber Data

  JENIS, KARAKTER DAN SUMBER DATA 1. Pengertian Data Data dalam program aplikasi pegolah angka merupakan informasi baik berupa tulisan, angka, symbol, dan informasi lainnya yang memungkinkan untuk di entri kedalam program aplikasi pengolah angka, dalam hal ini Microsoft Excel. 2. Jenis –Jenis Data Dalam microsoft excel data dibagi menjadi empat. a. Data Angka (numeric) Data angka adalah data yang biasanya digunakan untuk operasi perhitungan,Data angka dapat berupa angka 0 sampai dengan 9, +, -, =, $, dan (…). Contoh : 20000, +20000, -20000, = 20000, $20000, (20000). b. Data Teks/Label Data teks/label merupakan data umum, seperti pada aplikasi pengolah kata. Data ini tidak akan dapat dihitung. Data ini diawali alfabet (a-z), kemudian bias diikuti karakter selain data angka dan alpha numeric (gabungan angka dan teks). Perbedaan antara data teks dan angka terletak pada perataan teksnya. Pada teks data akan merapat ke kiri, sedangkan pada numerik data akan merapat ke kanan. c. Data Tan...

Jurnal Penerimaan Kas

Jurnal penerimaan kas Jurnal penerimaan kas adalah jurnal khusus yang digunakan untuk mencatat kas yang diterima oleh suatu bisnis dari sumber manapun. Sumber utama penerimaan kas dalam bisnis perusahaan adalah sebagai berikut  Penanaman modal oleh pemilik  Penjualan tunai  Penjualan aset dengan uang tunai  Penerimaan dari pelanggan atau penerimaan piutang  Bunga deviden atau sewa  Pinjaman dari individu bank atau lembaga keuangan lainnya Bentuk jurnal penerimaan kas Contoh Transaksi 1. Penerimaan Piutang dalam Periode Diskon Berdasarkan data Perusahaan Piutang Toko Dhira sebesar Rp 33.000.000 dan pelunasan masih pada periode diskon, termin  1/10 net    30 , maka transaksi dapat dicatat sebagai berikut: Piutang        :                                          ...