A. Pengertian PPh Pasal 21
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah Pajak penghasilan yang dipungut sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib orang pribadi dalam negeri.
Pembayaran PPh ini dilakukan dalam tahun berjalan melalui pemotongan oleh pihak-pihak tertentu. Jumlah pajak yang telah dipotong dan disetorkan oleh wajib pajak untuk dijadikan kredit pajak atas PPh yang terutang pada akhir tahun.
B. Penerima Penghasilan (Wajib Pajak PPh Pasal 21)
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan, termasuk penerima pensiun. Wajib Pajak PPh Pasal 21 adalah:
1. Pegawai
Pegawai merupakan orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis atau tidak tertulis untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yan ditetapkan pemberi kerja.
Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan, atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya
3. Bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan. Termasuk bukan pegawai adalah:
- Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
- Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
- Olahragawan
- Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator
- Pengarang, peneliti, penerjemah3
- Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan
- Agen iklan
- Pengawas atau pengelola proyek
- Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara
- Petugas penjaja barang dagangan
- Petugas dinas luar asuransi
- Distributor perusahaan multilevel marketin atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama
5. Mantan pegawai
6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antar alin meliputi:
- Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan perlombaan lainnya
- Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja
- Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu
- Peserta pendidikan dan pelatihan
- Peserta kegatan lainnya
C. Komponen PPh Pasal 21
1. Penghasilan Bruto (Penghasilan Kotor) PPh Pasal 21
Penghasilan bruto atau penghasilan kotor adalah jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21. Unsur-unsur penambah penghasilan yang termasuk dalam penghasilan bruto, adalah:
a. Penghasilan Rutin
Cara perhitungan PPh 21 tidak akan terlepas dari penghasilan rutin wajib pajak orang pribadi, yakni upah atau gaji yang diterima secara teratur dalam jangka waktu tertentu, seperti:
1) Gaji Pokok
Gaji pokok adalah gaji dasar yang ditetapkan untuk melaksanakan satu jabatan atau pekerjaan tertentu pada golongan pangkat dan waktu tertentu.
2) Tunjangan
Tunjangan adalah penghasilan tambahan di luar gaji pokok yang berkaitan dalam pelaksanaan tugas dan sebagai insentif. Misalnya adalah tunjangan jabatan, tunjangan transportasi, tunjangan makan, dll.
b. Penghasilan Tidak Rutin
Penghasilan tidak rutin adalah upah atau gaji yang diterima secara tidak teratur oleh seorang pegawai atau penerima penghasilan lainnya, seperti:
1) Bonus
Bonus adalah tambahan penghasilan di luar gaji kepada pegawai atau dividen tambahan kepada pemegang saham.
2) Tunjangan Hari Raya Keagamaan (THR)
THR adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan dengan perhitungan proposional dan dibayarkan menjelang hari raya keagamaan.
3) Upah Lembur
Upah lembur adalah tambahan upah yang dibayarkan perusahaan karena pekerja melakukan perpanjangan jam kerja dari jam kerja normal yang telah ditentukan
c. Iuran BPJS atau premi asuransi pegawai yang dibayarkan perusahaan
BPJS adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Setiap warga negara Indonesia dan asing yang telah tinggal di Indonesia selama lebih dari 6 bulan wajib menjadi anggota BPJS. Iuran BPJS dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja dengan persentase iuran dari gaji atau upah (tidak dijelaskan dalam peraturan bahwa apakah gaji ini merupakan gaji pokok, gaji bruto, gaji bersih, dsb) yang telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah.
d. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Jaminan Kecelakaan Kerja adalah kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan saat mulai berangkat kerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan.
Iuran JKK dibayar sepenuhnya oleh perusahaan. Besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha dan risiko:
Kelompok I : premi sebesar 0,24% x upah kerja sebulan.
Kelompok II : premi sebesar 0,54% x upah kerja sebulan.
Kelompok III : premi sebesar 0,89% x upah kerja sebulan.
Kelompok IV : premi sebesar 1,27% x upah kerja sebulan.
Kelompok V : premi sebesar 1,74% x upah kerja sebulan.
e. Jaminan Kematian (JK)
Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja.
Pengusaha wajib menanggung iuran program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dari gaji atau upah.
f. Jaminan Kesehatan (JKes / BPJS Kesehatan) berlaku sejak Juli 2015
Jaminan Kesehatan adalah program BPJS Kesehatan yang diikuti wajib pajak.
Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan adalah 5% dari gaji per bulan yaitu sebanyak 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh pegawai.
Gaji atau upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran Jaminan Kesehatan terdiri dari gaji atau upah pokok dan tunjangan tetap.
Batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran adalah 2 kali PTKP dengan status kawin dengan 1 anak.
Untuk keluarga lainnya, yaitu terdiri dari anak keempat dan seterusnya, orang tua dan mertua, besarnya iuran adalah 1% per orang dari gaji/upah.
g. Tunjangan PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan, jika ada)
Bagi pemberi kerja yang memberikan tunjangan PPh 21 kepada pegawainya, dalam hal ini tunjangan PPh 21 penuh atau sebagian, maka jumlah tunjangan PPh 21 ini merupakan komponen penambah penghasilan bruto.
Sedangkan metode perhitungan gaji bagi pegawai yang menerima tunjangan PPh 21 adalah metode gaji bersih atau gross-up.
h. Tunjangan BPJS (yang dibayarkan perusahaan, jika ada)
Bagi pemberi kerja yang memberikan tunjangan BPJS (JKK, JK, JP, JKes) secara penuh dengan metode perhitungan gaji bersih atau gross up, maka tunjangan ini dijadikan komponen penambah penghasilan bruto.
2. Pengurang Penghasilan Bruto
Pengurang penghasilan bruto adalah biaya-biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto atau kotor. Termasuk di dalamnya adalah:
a. Biaya Jabatan
Biaya jabatan adalah biaya yang diasumsikan petugas perpajakan sebagai pengeluaran (biaya) selama setahun yang berhubungan dengan pekerjaan. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 menetapkan, biaya jabatan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto setahun dan setinggi-tingginya Rp 500.000 sebulan atau Rp 6 juta setahun. Dari staf biasa hingga direktur berhak mendapatkan pengurang penghasilan bruto ini.
b. Biaya Pensiun
Biaya pensiun adalah pengurang penghasilan bruto dalam menghitung PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong atas penghasilan yang diterima penerima pensiun secara bulanan. Besarnya biaya pensiun yang ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 adalah 5% dari penghasilan bruto dan setinggi-tingginya Rp 200.000 per bulan atau Rp 2.400.000 per tahun.
c. Iuran BPJS yang Dibayarkan Karyawan
Dalam hal iuran BPJS yang persentasenya dibayarkan karyawan, maka komponen dimasukkan sebagai pengurang penghasilan bruto. Iuran BPJS yang termasuk sebagai pengurang penghasilan bruto tersebut adalah:
d. Jaminan Hari Tua (JHT)
Program ini ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Jumlah iuran program jaminan hari tua yang ditanggung perusahaan adalah 3,7%, sedangkan yang ditanggung pekerja adalah 2%. Premi JHT yang diberikan pemberi kerja tidak dimasukkan sebagai komponen penambah penghasilan. Pengenaan pajaknya akan dilakukan pada saat karyawan menerima JHT. Sedangkan premi JHT yang dibayar sendiri oleh karyawan merupakan pengurang penghasilan bruto.
e. Jaminan Pensiun (JP)
Jaminan pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan memberikan derajat kehidupan yang layak bagi pesertanya dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, cacat total atau meninggal dunia. Jaminan Pensiun (JP) berlaku sejak Juli 2015. Iuran program JP adalah 3%, yang terdiri atas 2% iuran pemberi kerja dan 1% iuran pekerja.
f. Jaminan Kesehatan (JKes)
Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan yang dibayarkan pegawai adalah 1%.
3. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang merupakan komponen penting cara perhitungan PPh 21 2018 adalah jumlah nilai penghasilan bruto bagi wajib pajak yang tidak dikenakan pajak. Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 dan PMK No. 101/PMK.010/2016, berikut ini tarif PTKP terbaru yang perlu Anda ketahui:
Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 4.500.000 per bulan untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
Rp 4.500.000,- per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
Rp 4.500.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
4. Tarif PPh 21
Tarif PPh 21 merupakan tarif pajak yang dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi dengan jumlah penghasilan tertentu.
Tarif ini merupakan salah satu komponen penting dalam perhitungan PPh 21 dan ditentukan berdasarkan Pasal 17 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008.
D. Menghitung PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak secara umum dirumuskan sebagai berikut:
PPh Pasal 21 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Tarif PPh Pasal 21
Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21.
1. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 dengan ketentuan sebagai
berikut:
Penghitungan PPh Pasal 21 dikenakan tarif berlapis. perhatikan contoh berikut:
Pak Bismo Memili penghasilan kena pajak (PKP) dalam setahun Rp 900.000.000
maka tarif
Tarif dan Penerapan PPh Pasal 21
1. Penghasilan Kena Pajak (PKP):
- Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan); dikurangi iuran pensiun, Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
- Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000 sebulan) dikurangi PTKP.
- Bukan Pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan: 50 % dari Penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan.
2. Besar PTKP sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.101/PMK.010/2016 adalah:
3. Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:
- Bagi karyawati menikah, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri. Jika karyawati yang berstatus menikah dapat menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat, serendah-rendahnya kecamatan, yang menyatakan bahwa suaminya tidak memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status menikah dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya
- Bagi karyawati tidak menikah, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya
Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif 20 % lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.
E. Tata Cara Penghitungan Pemotongan Pph Pasal 21
1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap yang bersifat teratur
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atas penghasilan yang bersifat tetap secara
umum dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Pegawai tetap dengan gaji bulanan
Contoh1:
Ahmad bekerja pada PT. Bagaswaras dengan gaji sebulan Rp15.000.000 dan membayar iuran
pensiun sebesar Rp100.000. Ahmad berstatus menikah dengan 1 orang anak.
Perhitungan PPh Pasal 21 adalah:
Gaji sebulan Rp 15.000.000
Pengurang:
1. Biaya jabatan Rp500.000
2. Iuran pensiun Rp100.000 +
Rp 600.000 –
Penghasilan neto sebulan Rp 14.400.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 14.400.000 Rp172.800.000
PTKP (K/1):
Untuk diri Wajib Pajak Rp54.000.000
Tambahan WP menikah Rp 4.500.000
Tambahan tanggungan 1 Rp 4.500.000 +
Rp 63.000.000 –
Penghasilan Kena Pajak Rp109.800.000
PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp59.800.000 Rp 8.970.000 +
Rp 11.470.000
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 11.470.000 ÷ 12 Rp 955,833
Contoh2:
Ridwan bekerja sebagai Direktur pada PT. WarasSlamet dengan gaji sebulan Rp45.000.000. Perusahaan membayarkan iuran pensiun dan jaminan kesehatan masing-masing sebesar 2% dari gaji. Ridwan juga membayar iuran pensiun secara mandiri sebesar Rp200.000. Ahmad berstatus menikah dengan 1 orang anak. Ia juga menanggung hidup Ibu dan 2 orang adiknya. Berapa PPh Pasal 21 yang harus dibayar oleh Ridwan?
Perhitungan PPh Pasal 21 adalah:
Gaji sebulan Rp 45.000.000
Premi Pensiun (2% x Rp 45.000.000) Rp 900.000
Jaminan Kesehatan (2% x Rp 45.000.000) Rp 900.000 +
Rp 1.800.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 46.800.000
Pengurang:
1. Biaya jabatan (5% x Rp 45.000.000) Rp500.000*(Maksimal 1 bulan)
2. Iuran pensiun Rp200.000 +
Rp 700.000 –
Penghasilan neto sebulan Rp 46.100.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 46.100.000 Rp553.200.000
PTKP (K/2):
Untuk diri Wajib Pajak Rp54.000.000
Tambahan WP menikah Rp 4.500.000
Tambahan tanggungan 2 Rp 9.000.000 +(adik tidak termasuk)
Rp 67.500.000 –
Penghasilan Kena Pajak Rp485.700.000
PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp50.000.000 (lapisan pertama) Rp 2.500.000
15% x Rp200.000.000(lapisan kedua) Rp 30.000.000
25% x Rp235.700.000(lapisan ketiga...sisanya) Rp 58.925.000 +
Rp 91.425.000
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 91.425.000 ÷ 12 Rp 7.618.750
2. Pegawai tetap dengan gaji bulanan (wanita, suami berpenghasilan)
Contoh:
Berikut ini adalah Ilustrasi pada Bulan Maret 2019
Aini karyawati dengan status menikah dan mempunyai 3 orang anak bekerja pada PT HarapJaya. Suami Aini seorang PNS di Kementrian Kesehatan. Aini menerima gaji Rp5.000.000 sebulan. Aini juga kerja lembur (overtime) dengan upah tambahan Rp 2.000.000.
PT HarapJaya membayar iuran sebesar Rp40.000 sebulan. Aini juga membayar iuran pensiun sebesar Rp30.000 sebulan. Di samping itu, perusahaan membayar iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulannya sebesar 4% dari gaji, sedangkan Aini membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2% dari gaji.
Penghitungan PPh Pasal 21 adalah:
Gaji sebulan Rp 5.000.000
Lembur (overtime) Rp 2.000.000 +
Penghasilan bruto sebulan Rp 7.000.000
Pengurang:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp 7.000.000 Rp 350.000
2. Iuran pensiun Rp 30.000
3. Iuran Jaminan Hari Tua: 2% x Rp5.000.000 Rp 100.000 +
Rp 480.000 –
Penghasilan neto sebulan Rp 6.520.000
Penghasilan neto setahun: 12 x 6.520.000 Rp78.240.000
PTKP (TK/0)
Untuk diri Wajib Pajak Rp54.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp24.240.000
PPh Pasal 21 setahun: 5% x Rp24.240.000 Rp1.212.000
PPh Pasal 21 sebulan: Rp1.212.000 ÷ 12 Rp 101.000
3. Penghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur
Penghasilan tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan hari raya, bonus, premi, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan pada umumnya diberikan sekali dalam setahun.
a) Hitungan 1. Menghitung PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan teratur (sebelum ditambah bonus/jasa produksi/tunjangan hari raya).
b) Hitungan 2. Menghitung PPh pasal 21 setahun atas penghasilan teratur ditambah penghasilan
tidak teratur.
c) Menghitung PPh atas penghasilan tidak teratur (bonus/jasa produksi/tunjangan hari raya, dan
lain sebagainya), sama dengan hitungan 2 dikurangi hitungan 1.
Contoh:
Fitra (status lajang) bekerja pada PT. Amanah dengan gaji Rp5.000.000 sebulan. Pada bulan Juli 2019 Ia juga menerima bonus sebesar Rp8.000.000. Setiap bulannya, Faisal membayar iuran pensiun ke Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp50.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Bonus:
1. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun
Gaji setahun (12 x Rp5.000.000) Rp60.000.000
Pengurang:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp60.000.000 Rp3.000.000
2. Iuran pensiun: 12 x Rp50.000 Rp 600.000 +
Rp 3.600.000 –
Penghasilan neto setahun Rp56.400.000
PTKP (TK/0)
Untuk diri Wajib Pajak Rp54.000.000 –
Penghasilan Kena Pajak Rp2.400.000
PPh Pasal 21 atas gaji: 5% x Rp2.400.000 Rp120.000
2. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun)
Gaji setahun (12 x Rp5.000.000) Rp60.000.000
Bonus Rp 8.000.000 +
Penghasilan bruto setahun Rp68.000.000
Pengurang:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp68.000.000 Rp3.400.000
2. Iuran pensiun: 12 x Rp50.000 Rp 600.000 +
Rp4.000.000 –
Penghasilan neto setahun Rp64.000.000
PTKP (TK/0)
Untuk diri Wajib Pajak Rp54.000.000 –
Penghasilan Kena Pajak Rp10.000.000
PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus: 5% x Rp10.000.000 Rp500.000
3. PPh Pasal 21 atas Bonus
PPh Pasal 21 atas bonus adalah:Rp500.000 – Rp120.000 Rp380.000
x
Komentar
Posting Komentar